Kembali termenung untuk merefleksikan apa saja yang sudah
terlampaui selama hampir duapuluh tahun ini. tak terasa diri ini semakin
bertambah tua, bukan bertambah dewasa namun malah bertambah banyak kebodohan
fundamental yang amat sangat sering ku lakukan. Terhitung sudah dua kali
kebodohan memamlukan yang sempat terangkai dalam alur cerita sembilan belas
menuju dua puluh. Entah mengapa lagi-lagi adegan tanpa rekayasa ini terputar
kembali dan menimbulkan episode baru penentu judul selanjutnya yang entah akan
sefenomenal kisah sebelumnya atau akan menurunkan rating dalam penampilanya
dilayar nyata penyaji drama kehidupan.
Seperti baru kemarin sore janji untuk beranjak kelevel yang
lebih baik terucap dan terpahat rapi dalam rangkaian paragraf penterjemah sandi
kegigihan seorang pendobrak. Sepertinya memang belum berada pada tahapan yang
dicita-citakan, namun sudah berada di tingkatan lebih baik dari pada perjalanan
sebelumnya. Inipun bila menengok kebelakang atas pencapaian seperti apa yang
sudah berhasil tertorehkan dalam cuplikan memoriabilia kisah nyata dalam
bingkai kenangan terpatri dalam sanubari.
Sekian banyak pemain baru bermunculan, mencoba menawarkan
berbagai keindahan dalam judul yang belum tentu ke arah mana akan terproduksi.
Tak terhitung pula pemain lama yang tiba-tiba hengkang dan kemudian secara
mendadak muncul kembali menyajikan adegan yang tidak terfikirkan namun tetap
sejalan dengan skenario sang pembuat hidup. Mereka bisa saja bermain peran
dalam kefanaan yang terpajang jelas sebagai gambaran kerasnya kehidupan, namun
tanpa sadar mereka sebenarnya sedang menyajikan sebuah pelajaran setengah
matang yang memerlukan pengolahan lebih lanjut demi mendapatkan cita rasa tak
terlupakan yang disebut pendewasaan.
Terhitung sebelas hari menuju babak baru dimana seharusnya
kematangan multi level telah tertelan habis sebagai konsumsi amunisi menghadapi
pertempuran diluar sana yang semakin membutuhkan strategi dan kelengkapan
alutsista. Sebenarnya kesadaran para pemain pendukung tidak terlalu dibutuhkan
dalam episode baru kali ini. garis batas menuju semua itu memang terlalu tipis
sehingga berkamoflase dalam ketidak pedulian yang disengaja atau memang tidak
mau tau tentang semua.
Tersimpan sebuah harapan dari sudut gelap paling dalam
tanpa dusta, tanpa permainan kata tentang penghuni yang bersemayam lebih dari
setengah dekade menguasai dan menjadi penghuni tunggal dalam kebengisan
penyiksaan paling berkesan tak tersentuh oleh HAM. Sekelas pengadilan
militerpun tidak bisa menjamah karena memang itu bukan ranahnya. Ikatan dinas
yang terbangun selama berada dibangku menengah pertama semakin membelenggu dan
mencekik perjuangan sebuah penentu masa depan.
Meskipun sesekali ada saja permasyuri yang datang dan
pergi, namun keidahan bidadari dari tepian gunung tak bisa terganti. Bahkan
sang pembuat skenario hidup pernah menyajikan kisah yang hampir serupa berbeda
muara, namun tetap saja penghuni singga sana tak tergoyahkan dari tahta.
Sedikit keyakinan untuk menyusulnya kekayangan memperjuangkan hak atas sengketa
kepemilikan kebahagian bersanding sampai datang sang pencabut nyawa. Tetapi
semua terasa mustahil menilik dari kode etik profesi persahabatan semasa di bangku
menengah pertama dan tentunya siapa dan apa yang dipunya untuk berani mencoba
memboyongnya menuju istana.
Kembali hujan terasa segar membasuh keringat yang mengalir
deras dalam pelarian estafet pengalih perhatian, semua terasa sia-sia karena
ternyata hadiah untuk pencapaian luar biasa itu masih terhalangi oleh penghuni
penjara sudut gelap bernama hati. Tertunduk lesu saat mencoba mengkilas balik
apa yang sudah tercapai tahun ini dimana ada banyak sekali keluarga baru yang
bisa dibilang berperan besar dalam pencapaian saat ini. sadar atau tidak,
tetapi mereka telah menyumbangkan tenaga, fikiran dan mungkin keiklasan demi
sebuah keyakinan bahwa apa yang meraka korbankan akan terbayar lunas tuntas
melakoni jati diri sampai puas.
Sebuah tantangan dalam satu atap dibawah pohon manggapun
telah menanti sepanjang satu periode yang baru terjalani beberapa pekan.
Beberapa pekan berat penuh intrik menarik untuk disimak dan dijadikan bekal
perjalan sampai terbacakannya laporan pertanggungjawaban hingga pada akhirnya
ini menjadi tahun terakhir bersama dalam satu atap dengan penghuni-penghuni
hebat sekelas mereka. Mengangkat topipun rasanya tidak cukup untuk memberikan
penghormatan kepada para pejuang non profit yang entah benar atau tidak sedang
berkamoflase dalam keiklasan mencurahkan segala bentuk yang dipunya demi
tercapainya tujuan bersama. Merasa sok dewasa, senioritas superioritas yang
terekam jelas dalam raut muka dibumbui pertanyaan-pertanyaan menjatuhkan dalam
pembunuhan karakter bibit-bibit unggul penerus perjuangan melawan akreditasi
tanda bintang.
Sampai kapan kebodohan dan kemalasan ini memperbudak otak
brilian yang tertanam dalam pribadi kuat yang terkebiri oleh terpaan-terpaan
tak masuk akal yang sebanarnya bisa saja dihindari tanpa meninggalkan
tetesan-tetesan air mata. Tak berdaya dalam tanda tanya mengapa semua bisa saja
mengalir dengan derasnya dihadapan kritikus-kritikus legendaris. Mungkin ini
juga yang menyebabkan kebulatan tekad untuk menjadikan musim ini sebagai musim
terakhir merumput berasa raksasa pendidikan karakter psikologis penerus bangsa.
Bukan disini tempatnya, masih banyak kader-kader hebat yang
pantas mengisi kekosongan dibanding pendobrak kuat nan menyedihkan namun terselimuti kepekaan dalam
linangan kebodohan menahan curahan perasaan.
Hampir 7300 hari sejak untuk pertama kalinya sebuah
mahakarya yang terlahir seratus tahun sekali dipertontontakan kepada dunia.
Dilahirkan dari sebuah tindakan yang belum saatnya. Keinginan untuk bertindak
melanggar norma berakibat dari tercetusnya ciptaan fenomenal diabad ini. banyak
sanggahan untuk mengahncurkan karya sebelum launching, kegigihan hati dari
penaggung jawab dosa bisa bertahan meskipun berat namun sembilan belas tahun
telah berlalu. Produk yang pada eksperimen awalnya menuai pro dan kontra justru
sekarang ini menjadi perebutan dari siapa yang berjasa dalam membesarkan dan
menjadikan setolol saat ini.
Sebuah dendam memang semakin kuat terasa menjalar dalam
sendi kemunafikan yang semakin berjaya karena memang talangan dana segar sangat
diharapkan untuk menyirami dahaga akan sebuah kemajuan yang mau tidak mau harus
terseberangi dengan rakit ala kadarnya bermesin rupiah. Bertindak sebagai
nahkoda adalah hasil ekperimen nikmat penuh dosa, berdiri digarda paling depan
menantang derasnya tantangan dalam jeram penuh buaya cantik yang siap memangsa
nahkoda yang lengah dalam perjalanan.
Berterimakasih dan bersyukur kepada tuhan atas ijin yang
diberikan selama hampir dua dekade ini. dua dekade, itupun jika masih direstui.
Jika tidak ya mungkin memang hanya sampai disini perjuangan perompak ulung
dalam mangarungi badai kehidupan. Cattan ini bukan untuk mencari simpati
kalian, bukan pula untuk menampar dan mengingatkan kalian tentang apa yang
sudah berhasil dicapai, bukan pula untuk mengiba belas kasian. Namun semua ini
terangkai hanya untuk sebagai bahan
instropeksi atas apa yang sudah berhasil dilampaui dengan atau tanpa bantuan dari pemeran
pendukung dalam setiap adeganya atau tanpa restu dari sang pembuat alur cerita
kehidupan fana penuh intrik drama dan canda tawa komedi situasi yang setiap
hari tanpa henti menyajikan sebuah bualan tak terfikirkan apakah dapat didaur
ulang bila terjadi penyimpangan genetika ataukan menjadi sebuah produk gagal tanpa hak paten.
Ayah, ibu....
Maafkan kebodohan anakmu.!!!!
Tidak ada komentar:
Posting Komentar