Rabu, 17 April 2013

ayah, ibu..maafkan kebodohan anakmu


          Kembali termenung untuk merefleksikan apa saja yang sudah terlampaui selama hampir duapuluh tahun ini. tak terasa diri ini semakin bertambah tua, bukan bertambah dewasa namun malah bertambah banyak kebodohan fundamental yang amat sangat sering ku lakukan. Terhitung sudah dua kali kebodohan memamlukan yang sempat terangkai dalam alur cerita sembilan belas menuju dua puluh. Entah mengapa lagi-lagi adegan tanpa rekayasa ini terputar kembali dan menimbulkan episode baru penentu judul selanjutnya yang entah akan sefenomenal kisah sebelumnya atau akan menurunkan rating dalam penampilanya dilayar nyata penyaji drama kehidupan.
          Seperti baru kemarin sore janji untuk beranjak kelevel yang lebih baik terucap dan terpahat rapi dalam rangkaian paragraf penterjemah sandi kegigihan seorang pendobrak. Sepertinya memang belum berada pada tahapan yang dicita-citakan, namun sudah berada di tingkatan lebih baik dari pada perjalanan sebelumnya. Inipun bila menengok kebelakang atas pencapaian seperti apa yang sudah berhasil tertorehkan dalam cuplikan memoriabilia kisah nyata dalam bingkai kenangan terpatri dalam sanubari.
          Sekian banyak pemain baru bermunculan, mencoba menawarkan berbagai keindahan dalam judul yang belum tentu ke arah mana akan terproduksi. Tak terhitung pula pemain lama yang tiba-tiba hengkang dan kemudian secara mendadak muncul kembali menyajikan adegan yang tidak terfikirkan namun tetap sejalan dengan skenario sang pembuat hidup. Mereka bisa saja bermain peran dalam kefanaan yang terpajang jelas sebagai gambaran kerasnya kehidupan, namun tanpa sadar mereka sebenarnya sedang menyajikan sebuah pelajaran setengah matang yang memerlukan pengolahan lebih lanjut demi mendapatkan cita rasa tak terlupakan yang disebut pendewasaan.
          Terhitung sebelas hari menuju babak baru dimana seharusnya kematangan multi level telah tertelan habis sebagai konsumsi amunisi menghadapi pertempuran diluar sana yang semakin membutuhkan strategi dan kelengkapan alutsista. Sebenarnya kesadaran para pemain pendukung tidak terlalu dibutuhkan dalam episode baru kali ini. garis batas menuju semua itu memang terlalu tipis sehingga berkamoflase dalam ketidak pedulian yang disengaja atau memang tidak mau tau tentang semua.
          Tersimpan sebuah harapan dari sudut gelap paling dalam tanpa dusta, tanpa permainan kata tentang penghuni yang bersemayam lebih dari setengah dekade menguasai dan menjadi penghuni tunggal dalam kebengisan penyiksaan paling berkesan tak tersentuh oleh HAM. Sekelas pengadilan militerpun tidak bisa menjamah karena memang itu bukan ranahnya. Ikatan dinas yang terbangun selama berada dibangku menengah pertama semakin membelenggu dan mencekik perjuangan sebuah penentu masa depan.
          Meskipun sesekali ada saja permasyuri yang datang dan pergi, namun keidahan bidadari dari tepian gunung tak bisa terganti. Bahkan sang pembuat skenario hidup pernah menyajikan kisah yang hampir serupa berbeda muara, namun tetap saja penghuni singga sana tak tergoyahkan dari tahta. Sedikit keyakinan untuk menyusulnya kekayangan memperjuangkan hak atas sengketa kepemilikan kebahagian bersanding sampai datang sang pencabut nyawa. Tetapi semua terasa mustahil menilik dari kode etik profesi persahabatan semasa di bangku menengah pertama dan tentunya siapa dan apa yang dipunya untuk berani mencoba memboyongnya menuju istana.
          Kembali hujan terasa segar membasuh keringat yang mengalir deras dalam pelarian estafet pengalih perhatian, semua terasa sia-sia karena ternyata hadiah untuk pencapaian luar biasa itu masih terhalangi oleh penghuni penjara sudut gelap bernama hati. Tertunduk lesu saat mencoba mengkilas balik apa yang sudah tercapai tahun ini dimana ada banyak sekali keluarga baru yang bisa dibilang berperan besar dalam pencapaian saat ini. sadar atau tidak, tetapi mereka telah menyumbangkan tenaga, fikiran dan mungkin keiklasan demi sebuah keyakinan bahwa apa yang meraka korbankan akan terbayar lunas tuntas melakoni jati diri sampai puas.
          Sebuah tantangan dalam satu atap dibawah pohon manggapun telah menanti sepanjang satu periode yang baru terjalani beberapa pekan. Beberapa pekan berat penuh intrik menarik untuk disimak dan dijadikan bekal perjalan sampai terbacakannya laporan pertanggungjawaban hingga pada akhirnya ini menjadi tahun terakhir bersama dalam satu atap dengan penghuni-penghuni hebat sekelas mereka. Mengangkat topipun rasanya tidak cukup untuk memberikan penghormatan kepada para pejuang non profit yang entah benar atau tidak sedang berkamoflase dalam keiklasan mencurahkan segala bentuk yang dipunya demi tercapainya tujuan bersama. Merasa sok dewasa, senioritas superioritas yang terekam jelas dalam raut muka dibumbui pertanyaan-pertanyaan menjatuhkan dalam pembunuhan karakter bibit-bibit unggul penerus perjuangan melawan akreditasi tanda bintang.
          Sampai kapan kebodohan dan kemalasan ini memperbudak otak brilian yang tertanam dalam pribadi kuat yang terkebiri oleh terpaan-terpaan tak masuk akal yang sebanarnya bisa saja dihindari tanpa meninggalkan tetesan-tetesan air mata. Tak berdaya dalam tanda tanya mengapa semua bisa saja mengalir dengan derasnya dihadapan kritikus-kritikus legendaris. Mungkin ini juga yang menyebabkan kebulatan tekad untuk menjadikan musim ini sebagai musim terakhir merumput berasa raksasa pendidikan karakter psikologis penerus bangsa.
          Bukan disini tempatnya, masih banyak kader-kader hebat yang pantas mengisi kekosongan dibanding pendobrak kuat nan  menyedihkan namun terselimuti kepekaan dalam linangan kebodohan menahan curahan perasaan.
          Hampir 7300 hari sejak untuk pertama kalinya sebuah mahakarya yang terlahir seratus tahun sekali dipertontontakan kepada dunia. Dilahirkan dari sebuah tindakan yang belum saatnya. Keinginan untuk bertindak melanggar norma berakibat dari tercetusnya ciptaan fenomenal diabad ini. banyak sanggahan untuk mengahncurkan karya sebelum launching, kegigihan hati dari penaggung jawab dosa bisa bertahan meskipun berat namun sembilan belas tahun telah berlalu. Produk yang pada eksperimen awalnya menuai pro dan kontra justru sekarang ini menjadi perebutan dari siapa yang berjasa dalam membesarkan dan menjadikan setolol saat ini.
          Sebuah dendam memang semakin kuat terasa menjalar dalam sendi kemunafikan yang semakin berjaya karena memang talangan dana segar sangat diharapkan untuk menyirami dahaga akan sebuah kemajuan yang mau tidak mau harus terseberangi dengan rakit ala kadarnya bermesin rupiah. Bertindak sebagai nahkoda adalah hasil ekperimen nikmat penuh dosa, berdiri digarda paling depan menantang derasnya tantangan dalam jeram penuh buaya cantik yang siap memangsa nahkoda yang lengah dalam perjalanan.
          Berterimakasih dan bersyukur kepada tuhan atas ijin yang diberikan selama hampir dua dekade ini. dua dekade, itupun jika masih direstui. Jika tidak ya mungkin memang hanya sampai disini perjuangan perompak ulung dalam mangarungi badai kehidupan. Cattan ini bukan untuk mencari simpati kalian, bukan pula untuk menampar dan mengingatkan kalian tentang apa yang sudah berhasil dicapai, bukan pula untuk mengiba belas kasian. Namun semua ini terangkai  hanya untuk sebagai bahan instropeksi atas apa yang sudah berhasil dilampaui  dengan atau tanpa bantuan dari pemeran pendukung dalam setiap adeganya atau tanpa restu dari sang pembuat alur cerita kehidupan fana penuh intrik drama dan canda tawa komedi situasi yang setiap hari tanpa henti menyajikan sebuah bualan tak terfikirkan apakah dapat didaur ulang bila terjadi penyimpangan genetika ataukan menjadi  sebuah produk gagal  tanpa hak paten.
Ayah, ibu....
Maafkan kebodohan anakmu.!!!!

Tidak ada komentar:

Posting Komentar