Tidak
perlu mencoba membicarakan tentang idealisme, profesionalitas dan dedikasi
karena hanya kantong plastik berisi isi perut yang akan didapati. Kapasitas
tidak mampu menampung bagaimana dan seperti apa penjabaran dari moral dan
harkat serta martabat yang sedang menggerogoti, mendoktrin jiwa-jiwa tuli
terhadap sudut pandang panutan sang nahkoda.
Perundang-undanganpun tidak berani
menyebutkan dan mengatur secara detail bagaimana seharusnya sebuah moral
ditunjukkan dalam etika merias raga. Tak setitik goresan yang ditemukan
membicarakan tentang peradapan style pada setiap masa mencerminkannya.
Pandangan bodoh dan terkotak-kotak hanya akan membelenggu dan melumpuhkan
pemikiran jenius dari penggunanya.
Bukan masalah siapa yang lebih pintar
maupun lebih paham terhadap peliknya sebuah kata idealisme, totalitas dan
profesionalisme namun ini tentang bentukan dari sebuah proses. Terlebih tentang
idealisme dan profesionalitas, dua kalimat yang sering digunakan aktivis dalam
menemukan jati diri ini tidak akan pernah sanggup apabila hanya dibahas secara
instan. Empat puluh SKS pun belum mampu menguraikan seperti apa sebenarnya
keduanya saling berkaitan dalam menentukan kemana arah kaki ini akan melangkah
dan seperti apa finishing yang akan didapat. Learning by doing. Mendengarkan,
mempelajari dan mempraktekkannya adalah sebuah stimulant paling ampuh untuk
memupuk tumbuhnya sebuah profesionalitas dalam idealisme hidup.
Proses itu tidak hanya setahun atau
dua tahun, butuh badai dan petir untuk menguji seberapa kuatnya. Nahkoda kapal
bertanggung jawab penuh terhadap kemana arah pelayaran selanjutnya, bukan
otoriter namun ditengah pengarungan samudra kejam ini butuh sebuah keputusan
tunggal dari penguasa kapal. Membentangkan layar dan mengikuti kemana angin
akan melabuhkan kapal, menutup layar dan membiarkan terombang ambing ditengan
samudra atau mengambil sebuah terobosan mendayung dan memanfaatkan motor yang
ada untuk melawan badai serta menembus ombak.
Sekali lagi semua hanyalah sudut
pandang personal dan bukan bermaksud menyayat atau mengoyak dan menggoreskan
luka pada salah satu pihak tertentu. Semua hanya teriakan dari agen perubahan
pendendam yang tersumbat lingkungan pendewasaan bekal mengarungi curamnya jalan
pencarian tujuan. Bukan kamoflase terhadap kemarahan pada kehidupan dan takdir
yang digariskan tapi bisa disebut sebagai mekanisme pertahanan diri.
Entah berapa puluh milyar ketika mau
mengkalkulasinya dengan materi, tetapi semua bukan tentang recehan yang didapat
dari setiap gerakan yang dilakukan. Pementasan itu semata-mata adalah kewajiban
yang harus dijalani dari sang pembuat hidup, bukan demi sesuap nasi seperti apa
yang saat ini sedang terbangun dalam memori. Sekali lagi ini adalah tentang
pengabdian bukan tentang bertambahnya digit dalam rekening.
08 september 2013,
Die key
Tidak ada komentar:
Posting Komentar