Senin, 09 Desember 2013

KEMASI BARANG DAN ANGKAT KOPER LEBIH AWAL DARI KOMPETISI



Saat  mundur teratur menjadi sebuah keharusan maka saat itulah langkah kaki terhenti, berpaling dan kembali melangkah menuju fokus yang baru. Fokus baru yang munngkin akan semakin membuai dalam dekapan fatamorgana menyilaukan demi sebuah eksistensi. Detik berlalu, sekejap jam berganti dan haripun menuntun menua tanpa ada jeda menghela sedikit nafas menyambung kembali dekapan yang sudah dipastikan terlepas tanpa persetujuan karena memang semua adalah hak prerogative dari sang empunya hidup.
Terusik oleh episode masa lalu yang dengan sengaja kembali diputar untuk memberikan sebuah rambu agar tidak kembali tergelincir dalam kubangan hina penuh sesal. Sedikitpun tak pernah terpintas kenapa jurang yang sama persis kembali terbentang dan menunggu untuk ditahklukkan atau pindah dan mencari referensi baru dalam membangun mahligai kamuflase benteng bertahanan diri.
Cibiran hanya semakin menguatkan langkah,motivasi tak ubahnya sebagai cambuk penyemangat untuk segera menoleh dan menggeser langkah kaki. Haram hukumnya untuk kembali terperosok dalam jeritan hebat,tangisan dahsyat seperti kala seragam putih biru masih menjadi icon kebanggaan.
Guratan takdir dalam kilasan lembayung senja menjadi petunjuk pakem untuk terlahir kembali sebagai sosok superhero arogan yang digandrungi bocah ingusan dan membuat mereka bangun pagi bukan dengan alasan kedisiplinan namun tak sudi melewatkan setiap detik episodenya.
Kenapa ketololan semakin mendarah daging dalam jalur dengan fokus pelacur ulung ini. Butuh permata seberapa banyak untuk meruntuhkan idealisme bodoh dalam kepura-puraan tak beradap. Merangkak sepertinya menjadi satu-satunya jalan apabila memang puncak dirasa masih menggiurkan untuk ditahklukkan. Tanpa tour guid dan tanpa potter pembawa bekal. Semua serba dipikul sendiri karena memang puncak hanya sedap dinikmati tanpa sandaran bahu. Membusungkan dada adalah harga mati saat semua berubah menjadi dilema pencapaian pencerahan hidup.
Sekilas pandang penyeberangan ini terasa sangatlah sunyi meskipun semua juga paham bahwa lalu lintas tak pernah berhenti beroprasi serta kamera pengintai akan selalu tajam memperhatikan perubahan sekecil apapun untuk mengambil ancang-ancang  melesat tanpa bantuan mesin bertenaga kuda. Tenaga surya sudah lebih dari cukup untuk membuat semuannya berjalan monoton tanpa jumping streat yang mungkin akan mampu melesatkannya lebih dari cepat,tapi tidak menutup kemungkinan saat bergerak dengan keragu-raguan maka posisi stir tak pernah sesempurna saat navigator selalu menjadi pemandu dalam race demi race kejuaraan panggung sandiwara.
Hembusan sang angin membelai mesra, membuai dalam lena. Mengajari jemari untuk bersilat lidah dan membimbing untuk menutupi ketidak jujuran dengan sebuah kebohongan demi kebohongan. Tanpa eksekusi rapi dari algojo berserifikasi semua hanya menjadi oase dipadang savanna tandus setelah perang hebat dalam sanubari. Kembali logika dan kalbu bersitegang dalam mempresentasikan celah baru sebagai jalur alternative atau tetap meneruskan terjerumus dalam lumpur biadap pemuas nafsu budak gengsi. Fase awal dalam perang dingin memang bukan baru saja dimulai, shock teraphy akhirnya membangunkan setiap prajurit lengkap dengan jendralnya membangun serta memperkokoh benteng rasionalitas kerangka berfikir arogan tanpa nurani.
Disisi lainya sanubari meraung-raung untuk memperlemah benteng pencatatan sipil yang dengan pelan namun pasti tergerus oleh kepekaan melambaikan tangan bukti pengganti kain putih penahklukan salah satu pihak berseteru. Ini baru masa dimana awan hitam belum berniat beranjak, tetap menyelimuti dalam kusamnya cahaya kilat petir menyentakkan hati. Siap tersandung tanpa harus jatuh, menemukan jalan untuk tersesat dan terbang tanpa ketinggian.
Tiket untuk tertawa sudah terlanjur terjual habis sebagai hasil akhir sudut pandang pilu. Terpojok kaku hanyalah segelintir imbas dari ledakan hulu ledak pemantik tujuan hidup. Trigger dari setiap masanya merupakan isapan jempol dalam pembodohan tiada akhir.
Dimana raungan rintihan anjing-anjing bertahta yang tempo hari meratap penuh harap dengan muka pucat pasi. Sembilu namun tetap memegang belati yang kemudian digunakan mecabik-cabik sekujur perasaan dari pawangnya. Memang bukan saja anjing yang berirama meminta sedikit tengokan dari ujung pelupuk mata, burung camar ikut ambil bagian menggaduhkan suasana. Membuat kesunyian menjelma menjadi kebisingan mesin-mesin tanpa sanubari beroprasi menggiling kesempatan-kesempatan terlewat lalu kemudian memprosesnya menjadi sebuah tantangan baru berbungkus tanpa formalin namun tetap dengan  fungsi instannya merekahkan senyum dari ujung bibir dan tetap dengan kerutan dahi menandakan disebelah dada kiri sedang tertusuk pilu.
Haruskah bertekuk lutut dalam keangkuhan, atau tetap meronta dalam tatapan kosong. Berlari dan mecari garis finish baru sepertinya menjadi pilihan mutlak saat tahap training sudah berhasil dilalui. Tapi akan lain ceritanya saat dimana masa sulit tunduk pada dewa masih berlaku karena jubah penuh tanggungjawab tak mampu dan tidak mungkin untuk dipindah tangankan ditengah jalan. Sekarang saat label tersebut berhasil diwariskan justru muncul beban kediktatoran baru. Tumbuh dan bersemi harapan-harapan palsu nan semu. Berkembang subur seperti jamur di musim hujan menjadikannya sebagai benih kualitas unggul unntuk meledakkan bom waktu pada suatu moment dipenghujung tahun disaksikan ombak dan keremangan cahaya malam.
Akankah pengingat waktu menjadi saksi kunci pembongkaran kasus segitiga dalam perantauan, itu hanya sang pembuat hidup yang tahu saat ini. Namun pekan terakhir menuju awal pergantian digit terakhir jualah yang memberikan sekelumit jawaban atas tanya tanpa dasar tersebut. Dikenakan atau dibuang itu adalah hak dan pilihan. Semua tak pernah menjadi soal melihat hampir lebih dari tujuhratus hari luar biasa yang terukir. Merekam jejak dan langkah dengan sedikit serpihan madu dan tetesan racun pembunuh untuk setiap tegukanya.
Kalaupun secara halus tak mampu memberikan arahan untuk berhenti dan pergi maka langkah kedua adalah teriakan menghardik untuk berlari tanpa jejak. Apabila semua sia-sia maka pilihan satu satunya adalah kemasi barang, dan angkat koper lebih awal dalam kompetisi.
DIAM, BERHENTI DAN BERBALIKLAH LALU KEMUDIAN PERGI APABILA JULUKAN MANUSIA BERNURANI MASIH INGIN DILAMPIRKAN DALAM SETIAP SURAT KETERANGAN.!!!!!

Tidak ada komentar:

Posting Komentar